Home / RAGAM

Senin, 17 April 2023 - 11:00 WIB

Waspada Terhadap Penyusup Yang Merong – Rong Negara

Redaksi - Yadi - Penulis

ANDI SALIM – Ada apa dengan hukum kita sebenarnya, apakah hukum kita baik-baik saja sehingga kita masih bisa berharap keadilan bagi semua golongan tegak seutuhnya. Kelihatannya kita dihadapi pada sikap pesimistis dalam merespon berbagai fakta bahwa apa-apa yang menjadi vonis hukuman dari sebuah proses peradilan terlihat begitu terasa kental akan ketidakadilan. Selain ungkapan bahwa penerapan hukum yang disebut tajam kebawah, artinya hukum kita hanya diarahkan kepada masyarakat kecil serta rakyat jelata saja, rasa keadilan pun tidak menampakkan timbulnya efek jera terhadap para perusuh bangsa ini terutama dagelan dari mereka yang mengambil keuntungan demi menyokong / membiayai suatu gerakan untuk melawan pemerintahan yang sah.

Belum lagi jika kita berbicara tentang para pihak yang merugikan keuangan sebagai aksi dari seseorang yang dengan sengaja memperkaya dirinya sendiri serta kemahirannya mencari celah untuk keluar dari jeratan hukum dengan cara menaburkan sebagian uang hasil kejahatannya kepada para penegak hukum tersebut pasca dirinya tertangkap untuk selanjutnya diproses di pengadilan sesuai level sesuai tingkatannya, namun mereka berhasil menyogok / menyuap para penegak hukum hingga dirinya memperoleh keringanan hukuman atau malah dibebaskan oleh karena para penegak hukumnya pun menjadi begitu terasa melakukan upaya pembelaan tersembunyi terhadap para tersangka itu dengan semangatnya untuk melindungi bahkan membebaskannya pula.

Tidak hanya sampai disitu, disinyalir para penegak hukum, atau sering disebut sebagai “oknum” itu, tidak segan-segan mengalahkan negara dalam berbagai persengketaan aset negara yang dirampas oleh pihak-pihak lawannya, dimana keputusan akan hal itu lebih bersifat aspek keyakinan para hakim dengan mengatasnamakan keadilan bagi rakyat yang sesungguhnya patut kita pertanyakan. Sebab dalam sistim penyelenggaraan negara, kedaulatan tertinggi pun berada ditangan rakyatnya. Artinya pemilik atau penguasaan negara ini pun menjadi sepenuhnya milik rakyat pula. Sehingga kekalahan negara dalam suatu proses peradilan merupakan kekalahan bagi seluruh warga bangsa atas gugatan sebagian kecil masyarakatnya.

Polemik dari ungkapan yang mengatasnamakan rakyat ini terjadi diberbagai sektor, baik gugatan ketidakadilan pada proses penegakkan hukum, pemerataan ekonomi, apalagi terhadap pemberlakuan aturan dan UU politik yang justru acapkali menyeret supremasi atas nama rakyat itu ditegakkan. Lantas, sejauh mana kita memahami bahwa berdiri dan tegaknya konstitusi negara pun menjadi bagian pokok dari kesepakatan masyarakat pada kaitannya berbangsa dan bernegara, jika semua pihak lebih mengambil sikap untuk mengalahkan negara dalam berbagai persoalan sektor yang melilitnya pada persengketaan atau hak-hak yang membelenggu negara itu sendiri.

Baca Juga :  Bhabinkamtibmas Polwan Turun ke Lokasi Karhutla

Tidakkah masyarakat mampu berpikir jika pada akhirnya negara ini pun akan runtuh dengan sendirinya oleh akibat kekalahan-kekalahan dari proses hukum yang dialaminya. Coba kita sedikit membayangkan, sekiranya upaya pelemahan ini sebenarnya dilakukan oleh suatu gerakan yang dengan sengaja menyusup kedalam instrumen legislatif, eksekutif dan yudikatif dengan tujuan melemahkan negara ini dengan cara mengalahkan semua kepentingan negara hingga menimbulkan efek kerugian negara diberbagai persoalan, sehingga negara ini pun menjadi tak berdaya untuk melindungi dirinya sendiri yang selanjutnya dengan mudah dikuasai oleh kelompok-kelompok yang ingin menguasainya.

Proses atau peristiwa semacam ini pun sebenarnya sedang terjadi dan begitu terasa keberadaannya, walau hal itu menjadi sulit untuk dibuktikan. Dari pemahaman supremasi hukum yang sengaja ditujukan untuk membela kepentingan golongan, demontrasi yang ingin menurunkan Presiden atas berbagai persoalan yang semestinya tidak langsung ditujukan kepada orang nomor satu dinegeri ini, hingga pemaksaan tuntutan dari berbagai pihak demi menguras keuangan negara dibalik minimnya anggaran APBN untuk membiayai keperluannya diluar dari apa yang ditetapkan sebagai pokok-pokok penganggaran serta cadangan dana taktis seperti bencana alam, tragedi kemanusiaan dan hal-hal lain yang bersifat urgency dalam penanganannya.

Jika pada masa lalu, kita menjadi malu pada ungkapan “Jangan tanyakan apa yang negara berikan untukmu, namun tanyakanlah apa yang kau berikan untuk negaramu”, ungkapan ini pun justru menjadi terbalik, bahkan ramai-ramai para perong-rong negara itu menanyakan kehadiran negara dalam segala kepentingannya guna dibiayai dan difasilitasi pada setiap permasalahan mereka dengan cara melontarkan tuntutannya melalui berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat hingga tak segan-segan menyampaikan aspirasinya itu pada wujud aksi demontrasi massa yang anarkis hingga merusak fasilitas negara. Apalagi suara yang mereka lontarkan pun tak segan-segan mengungkit pajak yang dibayarkan segelintir kelompok ini kepada negara.

Baca Juga :  Irjen Pol Ahmad Luthfi; Pemimpin Harus Bisa Berikan Solusi Pada Setiap Permasalahan

Meskipun pemerintah paham bahwa pajak perolehan atas PBB masyarakat sebenarnya relatif kecil bila dibandingkan dengan sumber perolehan pajak negara dan sumber pendapatan negara lain / PNBP saat ini. Apalagi dilansir dari pemberitaan PANrb tertanggal 3 agustus 2022, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyampaikan, bahwa penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) & Pajak Lainnya tercatat hingga juni 2022 hanya sebesar 14,9 persen dari targetnya. Jika para demonstran itu hanya segelintir dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 277 jiwa. Apalagi yang berdemonstrasi tersebut kurang 100 ribu orang, dan diduga pajak PBB yang dibayarkannya pun Nihil alian gratis oleh karena nilai bumi dan bangunannya kurang dari nilai Rp 60 juta sebagai ketentuan syarat pembayaran pajaknya.

Lalu, suara rakyat mana yang mereka atas namakan sehingga pantas untuk didengar apalagi diperhatikan secara khusus oleh pemerintah dibalik hak-hak keseluruhan rakyat Indonesia yang menginginkan kedaulatan atas konstitusi dan UU negara ini tegak. Walau negara ini menganut sistim demokrasi, dimana hak menyampaikan pendapat memang dilindungi UUD45 melalui pasal 28, namun tidak berarti pendapat yang kecil mengalahkan kepentingan rakyat secara keseluruhannya. Semua warga bangsa harus memahami posisi ini. Sebab bila tidak, maka tidak ada salahnya negara memberikan mereka cermin agar kelompok ini bisa berkaca bahwa mereka sesungguhnya hanya ingin memanfaatkan pajak-pajak dari masyarakat lain yang di kolektif dan disetorkan kepada negara untuk direbutnya sebagai kepentingan sepihak.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏
https://www.facebook.com/groups/402622497916418/?ref=share

Follow WhatsApp Channel Tribratatv.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 75 kali dibaca

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

RAGAM

Polisi Tangkap Pelaku Penipuan yang Gelapkan Truk Milik Warga PALI

RAGAM

Misi Kemanusiaan Polri Untuk Bencana Hydrometeorology Di Wilayah Provinsi Jawa Tengah

RAGAM

Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Kemensos Rayakan Lebaran Idhul Fitri Bersama ODGJ

RAGAM

Sertijab Kepsek SDN Sukaraja Berlangsung Lancar

RAGAM

Program Kemensos Hadirkan Sepasang Lansia Untuk Sidang Isbat Nikah di Pengadilan Agama Pulau Punjung

RAGAM

Polres PALI Gelar Razia Cegah Pekat dan 3C, Hasilnya 20 Pelanggar Ditegur

RAGAM

Janin HK Terpilih Aklamasi Menjadi Ketua PAC Cabangbungin

RAGAM

Spanduk bermunculan lagi di tugu desa Sitiarjo, ada apa dengan desa Sitiarjo?