Tribrata, Jakarta – PT Bumigas Energi (BGE) mengaku mendapat informasi dari melalui video pernyataan-pernyataan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan terkait penerbitan surat KPK No B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 yang dianggap merugikan PT BGE.
Atas pernyataan itu PT BGE menganggap surat KPK tersebut untuk menyingkirkan Bumigas Energi dalam pengolahan panas bumi di Dieng dan Patuha dengan PT Geo Dipa Energi (GDE) melalui sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ke 2 kalinya.
“Padahal BGE dengan GDE telah selesai sengketa di BANI ke 1 sejak 2015 dengan adanya putusan PK di atas PK dari GDE itu ditolak oleh MA dan seharusnya BGE sudah menang,” ujar Kuasa Hukum BGE Khresna Guntarto dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/1).
Khresna mengungkapkan melalui surat tersebut Pahala Nainggolan menyatakan seakan-akan PT BGE tidak pernah membuka rekening tahun 2005 di HSBC Hongkong sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown hingga akhirnya BGE dikalahkan oleh majelis BANI ke 2 dengan pertimbangan surat KPK tersebut.
“Perlu dicamkan surat ini dalam paragraf pertama kami tidak keberatan dengan pernyataan Pak Pahala sesuai keadaan faktanya bahwa penelusuran 2005 di HSBC Hongkong itu tidak bisa dilakukan karena berasa di luar periode penyimpanan bank tersebut. Bank tersebut menyampaikan hal itu pasti kepada semua nasabahnya tapi surat KPK di paragraf terakhir ini menyimpulkan hal yang kontradiktif jadi ambigu,” katanya.
Video yang diterima PT BGE berisi bahwa Pahala mengklaim PT BGE tidak memiliki rekening di HSBC Hongkong baik status aktif maupun telah tutup. Namun, menurut Khresna bahwa Pahala menyatakan dengan adanya penelusuran ke HSBC Hongkong tidak bisa diketahui rekening tersebut pernah dibuka atau tidaknya.
“Ada atau enggaknya itu karena diketahui berada di luar periode penyimpanan. Kalau gitu ungkap saja karena berada di luar periode penyimpanan. Tapi dia menyimpulkan tidak pernah membuka (rekening) baik aktif maupun telah tutup berarti itu kan sebuah kesimpulan yang berani,” ia menuturkan.
Khresna menegaskan bahwa kliennya sudah menyampaikan adanya drawdown melalui bukti surat di tahun 2005 terkait ketersediaan dana dari investor kepada HSBC Hongkong. Bahkan hal itu sudah diakui berdasarkan surat PT GDE tahun 2005.
Menurut PT BGE, adanya permintaan informasi perbankan HSBC Indonesia oleh PT GDE kepada Deputi Pencegahan KPK. “Oleh karena itu klaim sepihak oleh Deputi Pencegahan KPK dengan adanya permintaan informasi ke HSBC Indonesia menjadi patut dipertanyakan dan dipersoalkan,” Khresna menjelaskan.
Ia mengatakan apabila bukan dalam rangka Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk meminta informasi perbankan harus membutuhkan persetujuan penyelenggara negara. “Ini main periksa-periksa aja udah gitu salah informasi yang disampaikan,” ucapnya. (Imo)
Selain itu, jika Pahala berdalih permintaan informasi perbankan dilakukan dalam rangka penyelidikan maupun penyidikan harus dilakukan oleh PPATK hal itu dilakukan dalam rangka fungsi intelijen dan informasinya masih bersifat rahasia sehingga tidak sepatutnya diungkap atau diberikan begitu saja kepada GDE selalu pihak yang meminta.
Menurut kami ada sekitar 7 fakta yang dapat menunjukkan bahwa Pahala Nainggolan diduga kuat salah dalam menerbitkan surat KPK. Pertama bukan tugas pokok dan fungsi dari Deputi Pencegahan KPK bahwa surat KPK No B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 tertanggal 19 September 2017 dibuat di luar kewenangan PN.
Sebagaimana disinggung di awal tidak ada dasar bagi KPK meminta informasi perbankan secara serta merta dari HSBC Indonesia maupun HSBC Hongkong. Fungsi permintaan informasi perbankan bersifat pro justisia yang merupakan kewenangan penyidik KPK di bawah naungan Deputi Penindakan. Selain itu proses penyelidikan yang tidak matang atau tidak tuntas sifatnya masin rahasia dan tidak seharusnya diberikan kepada GDE atau kepada siapapun. Oleh karena itu ada kepentingan apa, PN yang tidak memiliki kewenangan, berani membuka informasi semacam itu, sehingga patut dipertanyakan dalam rangka apa membuat surat untuk Geo Dipa, apalagi informasi itu ternyata keliru.
Fakta kedua, klaim informasi berasal dari HSBC Indonesia adalah tidak benar. Pada 2019 BGE telah audiensi dengan berkirim surat kepada HSBC Indonesia hingga diperoleh keterangan bahwa HSBC Indonesia tidak pernah memberikan informasi apapun kepada KPK tentang BGE. Apalagi HSBC Indonesia menyebutkan bahwa HSBC Hongkong tidak memiliki hubungan dengan HSBC Indonesia. Selain itu BGE bukanlah nasabah di HSBC Indonesia sebagaimana surat keterangan dari PT HSBC Indonesia tanggal 23 Januari 2020.
Fakta ketiga, klaim informasi berasal dari Kejaksaan Agung yang terbang ke Hongkong masih simpang siur. PN di media massa menyebutkan kontemporer surat tersebut ditulis berdasarkan informasi dari Kejagung yang ikut terbang bersama dengan jajaran manajemen GDE ke Hongkong tahun 2017 guna mengonfirmasi keberadaan pembukaan rekening BGE di HSBC Hongkong tahun 2005. BGE telah menanyakan secara resmi kepada Kejagung dan hingga saat ini tidak pernah mengakui pernyataan dari Pahala tersebut.
Fakta keempat, klaim adanya surat Kejagung sebagai sumber informasi adalah tidak benar. Pahala mengatakan surat Kejagung lebih parah dari surat KPK. Pernyataan PN semakin tidak logis, karena jika memang ada surat dari Kejagung seharusnya surat tersebut digunakan oleh GDE dalam sidang di BANI. Faktanya tidak pernah ada bukti dari Kejagung yang diajukan GDE. Atas hal itu, PT BGE mendesak Kejagung segera memberikan penjelasan yang benar dan menyeluruh mengenai tuduhan tersembunyi dari PN. Berarti yang bersangkutan sudah mengakui perbuatan melawan hukum, sedangkan surat kejaksaan ternyata itu hoaks, karena tidak ada di sidang BANI.
Fakta kelima, seluruh klaim dan dalih PN bertentangan dengan keterangan HSBC Hongkong. BGE berani menyandingkan surat jawaban dari HSBC Hongkong kepada BGE dengan jawaban HSBC Hongkong kepada Jaksa dari kejagung yang digunakan Deputi pencegahan KPK PN. Bila disandingkan dengan semua sumber informasi yang menjadi klaim dan dalih PN isinya berbeda dengan keterangan resmi yang dibuat oleh HSBC Hongkong bahwa penelusuran informasi tidak bisa dilakukan, karena di luar periode penyimpanan data perbankan di Hongkong selama 7 tahun. Jawaban itu diperoleh dari keterangannya resmi HSBC Hongkong kepada lawyer BGE di Hongkong. Oleh sebab itu, diduga kuat PN membuat rekayasa surat dan manipulatif.
Fakta keenam, OJK telah memberikan keterangan tidak pernah ada izin pemrintaan informasi perbankan BGE dari KPK. OJK berdasarkan surat NO SR-2/EP.1/2022 tanggal 3 Desember 2022 telah menjawab pertanyaan dari PT BGE mengenai ada tidaknya permintaan informasi perbankan dari KPK mengenai rekening BGE di HSBC Hongkong tahun 2005 melalui HSBC Indonesia. Berdasarkan UU Perbankan, permintaan informasi perbankan oleh penyidik harus diajukan oleh pimpinan lembaga penyidikan kepada ketus OJK terlebih dahulu selaku pengawas perbankan.
Fakta Ketujuh, BGE telah audiensi dengan KPK dan perbuatan PN menerbitkan surat tersebut dipertanyakan internal KPK. Pada 12 Desember 2022 BGE diundang KPK untuk memberikan penjelasan sehubungan dengan proyek Panas Bumi di Dieng Patuha yang bersengketa perdata dengan GDE.(Yadi)
Karyamu Adalah Sejarahmu (pusat)
Tinggalkan Balasan