Sumatera Utara – (tribratatv.com) : Cawe cawe pak Jokowi tidak hanya isapan jempol belaka, sederet peristiwa cawe-cawe tersebut sejauh ini sukses diperankan sang Presiden dikancah nasional, dan tidak cukup sampai disitu sang sutradara lanjut memainkan cawe-cawe untuk memuluskan jalan sang mantu untuk maju di Pilgub yang akan datang.
Meninjau kunjungan Presiden pada Peresmian Pembukaan Rakernas GAMKI di Kota Medan dan Muktamar XXIII IPM, Kab. Deli Serdang pada tanggal 19 Agustus 2023 menunjukan adanya kekuatan yang terindikasi memberi ruang yang besar kepada walikota Medan sementara Gubernur Sumatera Utara Tidak tanggung-tanggung dua acara organisasi berskala nasional diduga sangat kental dengan aroma politik sang sutradara untuk menunjukkan ke masyarakat secara kasat mata bagaimana rangkaian acara tersebut memberi ruang yang sangat besar melebihi kapasitasnya dari sebgai walikota.
Bayangkan saja mantu sang Walikota tersebut memerankan posisi sebagai Gubernur dalam rangkaian acara Muktamar KE XXIII IPM dan Rakernas GAMKI, dengan memberi sambutan atas kedatangan Presiden yang seharusnya itu menjadi tugas Gubernur, kata Ketua Presidium ICMI Muda Pusat Dr. H. Tumpal Panggabean. M. A, yang kebetulan lagi berada di Medan.
Menurut Doktor Politik tersebut, Situasi politik nasional makin panas aja, sudah banyaklah tanda-tandanya menjelang pemilihan Presiden ini ya kan. Cemana gak panas, yang ngipasi malah pemimpin di negeri ini, besar kali pula kipasnya.
Harusnya presiden jangan idupin kipaslah, kalau bara yang di depannya, makin marak itu api. Tapi cemanalah, Presiden sudah kipas-kipas, nanti pas pidato, bilangnya “jangan kipas-kipas”. Apa gak bingung kita. Agak tahan-tahan nafsu politiklah, jangan sampe cawe-cawe yang aneh-aneh, karena penerapannya bisa membuat gawat di lapangan, apalagi Presiden Jokowi yang merupakan seorang kepala negara, bisa jadi se-Indonesia masalahnya nanti.
Dia juga menjelaskan jika aparatur negara melegitimasi istilah cawe-cawe dalam menjalankan tugasnya, masyarakat akan sulit membedakan mana yang betul mana yang umbang demi upaya memperbesar kekuatan oligarki. Semangat oligarki tidak sesuai dengan demokrasi. Demokrasi harus dibangun dalam falsafah dan semangat bahwa kekuasaan banyak orang yang dalam penerapannya diamanatkan kepada seorang Presiden.
Presiden cukup menjalankan amanat konstitusi negara biar gak bahasa cawe-cawe yang jadi tugas utama presiden. Gak lucu, salah satu tugas presiden adalah cawe-cawe. Biar cawe-cawe Presiden tidak menjadi tuduhan serius dari masyarakat kepada Presiden bahwa ia cawe-cawe untuk membenarkan oligarki keluarga dan kerabat terdekatnya. Sekalipun sebagian masyarakat puas terhadap pemerintahan Jokowi, tidak berarti ia bisa menukarnya dengan melakukan cawe-cawe untuk oligarki.
Masih menurut sang Aktivis berdarah batak ini, tingginya harapan publik atas kenetralan Presiden dalam pemilu 2024 terekam dari hasil jajak pendapat Kompas awal Mei 2023. Hasil survei menunjukkan, mayoritas responden (90,3 persen) menilai penting bahwa Presiden harus bersikap netral pada pemilu mendatang.
Sebanyak 50,5 persen responden yang merasa Presiden sudah bersikap netral, namun sebanyak 45,4 persen responden lainnya masih melihat Presiden belum bersikap netral, bahkan sebagian di antaranya beranggapan Presiden sangat tidak netral. Ada indikasi bahwa kepuasan publik terhadap pemerintah Jokowi dijadikan rujukan oleh para pembisik Presiden untuk melakukan cawe-cawe.
Sekalipun besaran angka kepuasan terhadap pemerintah dapat dimanipulasi oleh metode dan pertanyaan yang diajukan kepada responden. Kinerja yang baik dari pemeritah Jokowi gak cocoklah dijadikan tameng untuk pemerintah melakukan tindakan diluar aturan.
Tidak saja pada level nasional, situasi yang panas juga sudah dapat dirasakan di provinsi Sumatera Utara. Kedatangan Presiden disinyalir sebagai bentuk dukungan tersirat kepada Bobby Nasution untuk maju menjadi kontestan pemilihan gubernur Sumatera Utara.
Penting untuk membedakan Bobby Nasution sebagai warga negara yang sama dengan warga lainnya untuk dipilih, namun juga harus disamakan perlakuannya kepada semua warga negara untuk mendapat keadilan atas kesempatan dan perlakuan yang sama.
Hal merupakan perwakilan sekaligus jembatan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten dan kota, tidak begitu mendapat hal yang seharusnya. Presiden sepertinya tidak menganggap Gubernur Sumatera Utara memiliki peran yang penting dalam membangun sinergisitas antara pusat, provinsi dan kabupaten/ kota. Pemimpin harus berlaku adil dan netral terhadap kontestasi pemilihan baik di nasional maupun daerah khususnya Sumatera Utara.
Presiden seharusnya dapat menjadi pemimpin negara yang tegak pada posisi netral tertinggi sehingga menjadi contoh yang baik bagi seluruh instansi dan aparatur negara dalam menjaga netralitas. Semua lapisan Masyarakat tentunya menginginkan pemilihan umum yang jujur dan adil tentunya di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Jika tidak, maka akan menjadi preseden buruk dari masyarakat luas kepada Presiden Jokowi, pungkasnya.
#ubay
Karyamu Adalah Sejarahmu (pusat)
Tinggalkan Balasan