Tribratatv.com- Gunungsitoli 14 Mei 2024, Kejaksaan Negeri Gunungsitoli kembali melakukan Penghentian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Juctice)Hal Ini Terus Dilakukan Tanpa Henti Oleh Richisandi Sibagariang, S.H. Beliau Adalah Jaksa pada Kejaksaan Negeri Gunungsitoli dan bertindak selaku Jaksa Fasilitator yang memfasilitasi perdamaian antara Tersangka dengan Korban.
Adapun kali ini perkara yang berhasil dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Juctice) yakni Tersangka An. MELISOKHI HURA Alias AMA RISKA yang disangka melakukan tindak pidana “Pengancaman” yakni melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Perdamaian tersebut berhasil difasilitasi tanpa adanya syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh tersangka kepada korban.
Tercatat bahwa sampai dengan bulan Mei tahun 2024, Jaksa Fasilitator tersebut telah berhasil memfasilitasi perdamaian antara Tersangka dengan Korban sebanyak 6 (enam) perkara tindak pidana yang mencakup tindak pidana Pengancaman, Penganiayaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Bahwa keberhasilan tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya dimana pada tahun 2023 Jaksa Fasilitator tersebut berhasil memfasilitasi perdamaian antara Tersangka dengan Korban sebanyak 4 (empat) perkara.
Hal tersebut juga mendapat apresiasi dari Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dimana sampai dengan bulan mei 2024, Kejaksaan Negeri Gunungsitoli memperoleh peringkat pertama yang berhasil melakukan Penghentian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Juctice) terbanyak di Wilayah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Adapun penerapan Penghentian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Juctice) tersebut dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Jaksa Agung (PERJA) No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dimana terdapat beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkara dapat dilakukan Penghentian Penuntutannya yakni (a) Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, (b) Tindak pidana ringan yang hanya diancam dengan pidana denda atau dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan (c) Tindak pidana dilakukan dengan nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp. 2.500.000.00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Apabila syarat-syarat tersebut diatas terpenuhi, maka Jaksa Penuntut Umum akan bertindak selaku Jaksa Fasilitator mengundang/memanggil Tersangka dan Korban serta Tokoh Masyarakat untuk memfasilitasi perdamaian antara Tersangka dengan Korban dengan tujuan bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula kepada Korban dengan tidak mengedepankan pembalasan.
Upaya yang dilakukan oleh Jaksa Fasilitator tersebut selaras dengan adanya Kebijakan Jaksa Agung Republik Indonesia dalam menjawab keresahan masyarakat tentang “hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas” serta pesan Jaksa Agung yang mengatakan “Rasa keadilan itu tidak ada dalam KUHP ataupun KUHAP melainkan ada dalam hati nurani Jaksa”. OH24
Tinggalkan Balasan